KUNCI KEBERHASILAN MENGHAFAL AL-QUR’AN DAN PEMELIHARAANNYA

KUNCI KEBERHASILAN MENGHAFAL AL-QUR’AN
DAN PEMELIHARAANNYA
Oleh: Drs. K.H. A. Muhaimin Zen, MA*


I. Pra dan Proses Menghafal
Banyak orang menghafal al-Qur'an secara alami tanpa menggunakan metode seperti metode pada umumnya yang di pakai di lembaga-lembaga Tahfizhul Qur'an berhasil juga, namun
hasilnya ada yang maksimal dan ada juga yang di bawah standar. Saat sekarang ini sudah Banyak para Hafizhul Qur'an yang menulis tentang cara menghafal al-Qur'an dengan cara mengemukakan pengalamannya waktu dia menghafal dahulu, ada juga metode
yang ditulis dan dibukukan menjadi acuan dan panduan bagi para santri dan mahasiswanya, seperti di Madrasah al-Qur'an Tebu Ireng Jombang, PTIQ, dan IIQ Jakarta.
Dengan metode yang baku ini tidak semuanya santri dan mahasiswa dapat mengambil manfaatnya, karena mereka tidak cocok dengan kemampuan daya berfikirnya masing-masing.
Metode yang diterapkan di PTIQ misalnya terdiri dari tiga metode, mereka bisa memilih di antara metode yang ada, yaitu: [1]
1. Metode S (seluruhnya), yaitu membaca sate halaman dari bans pertama sampai bans terakhir secara berulang-Mang sampai hafal.
2. Metode B (bagian), yaitu menghafal ayat demi ayat, atau kalimat demi kalimat yang dirangkaikan sampai sate halaman.
3. Metode C (campuran), yaitu kombinasi antara metode S dan metode B, mina-mina dengan membaca satu halaman berulang-Mang, kemudian pada bagian tertentu dihafal tersendiri, kemudian diulang-Mang kembali secara
keseluruhan.
Di antara tiga metode tersebut, yang terakhir tampaknya yang banyak dipakai orang untuk menghafal al-Qur'an. Dalam prektek, seseorang yang menghafal al-Qur'an akan melakukan cara-cara tersebut sebagai berikut:
a. Membaca binnazhar (melihat mushaf) halaman yang akan dihafal dengan cermat secara berulang-ulang, sehingga
memperoleh gambaran secara menyeluruh tanpa lafazh maupun urutan ayat-ayatnya.
b. Menghafal halaman tersebut sedikit demi sedikit, misalnya satu baris, beberapa kalimat atau sepotong ayat yang pendek dengan dibaca secara hafalan sampai tidak ada kesalahan.
c. Setelah satu baris atau beberapa kalimat tersebut sudah dapat dihafal dengan lancar, lalu ditambah dengan merangkaikan baris atau kalimat berikutnya, sehingga sempurna satu ayat. Kemudian rangkaian ayat tersebut diulang kembali sampai benar-benar hafal.
d. Setelah materi satu ayat dapat dihafal dengan lancar, kemudian pindah ke materi ayat berikutnya.
e. Untuk merangkai hafalan urutan kalimat dan ayat dengan benar, setiap selesai menghafal materi atau ayat berikut harus selalu diulang-ulang, mulai dari ayat pertama dirangkaikan dengan ayat kedua dan seterusnya.
f. Setelah satu halaman selesai dihafal, diulang kembali dari awal halaman sampai tidak ada kesalahan, baik lafazh maupun urutan ayat-ayatnya. Yang perlu mendapat perhatian adalah jika ada lafazh-lafazh yang sulit, lafazh-lafazh yang serupa atau hampir serupa dengan lafazh lain serta penutup atau ujung setiap ayat.
g. Setelah halaman yang dttentukan dapat dihafal dengan baik dan lancar, lalu dilanjutkan dengan menghafal halaman berikutnya.
h. Dalam hat merangkai halaman, perlu diperhatikan sambungan akhir halaman tersebut dengan awal halaman berikutnya, sehingga hafalan tersebut terus akan sambung menyambung.
Karena itu, setiap selesai satu halaman, perlu juga diulang dengan dirangkaikan dengan halaman-halaman berikutnya.
i. Dengan hafalan minimal dua halaman itu, mahasiswa menghadap kepada instruktur untuk ditashih (disimak dan
dibetulkan) hafalannya serta mendapatkan petunjuk-petunjuk dan bimbingan seperlunya.
Selain metode yang sudah ada itu, di sini penulis coba ingin menuangkan pengalaman metode yang pernah digunakan oleh Para pendahulu termasuk oleh orang tua dan guru penulis, Syaikh Abd. Qadir Abd. Adzim,
guru besar Tahfizh Qira'at dan nagham PTIQ dari Mesir, yaitu: "Lauh dan Takrir". Orang dulu menyebut setoran hafalan baru disebut dengan "lauh". Lauh yaitu menyetorkan atau menyimakkan hafalan baru kepada instruktur atau pembimbingnya. Sedangkan Takrir adalah mengulang hafalan yang diperdengarkan kepada instuktur, pembimbing.
Mengapa disebut Lauh? Karena sebelum menghafal meteri baru, ayat ditulis dulu di sabak (yaitu papan kecil terdiri dari batu) satu ayat ditulis sebagian atau separuhnya ayat dibaca berulang-ulang kali sampai terbayang letak baris dan posisinya, setelah itu tulisan dihapus lalu dibaca dengan hafalan. Setelah sebagian ayat ini hafal dan masuk ke memori otak, baru disempurnakan menghafal bagian ayat berikutnya dengan Cara yang sama, yaitu ditulis terlebih dahulu di sabak (papan tulis kecil terdiri dari batu) dibaca binnadzar berulang-ulang hingga lancar
dan terbayang letak baris dan posisi ayat. Setelah itu tulisan dihapus, lalu dibaca dengan tanpa melihat tulisan (hafalan) hingga lancar tanpa ada salah dan telah terekam di memori otak.
Kemudian potongan ayat pertama yang sudah dihafal dengan baik tadi dirangkaikan dengan potongan ayat berikutnya dihafal ulang berkali-kali tanpa ada salah.
Setelah satu ayat ini dikuasai hafal dengan baik dan lancar, baru boleh melangkah menghafal ayat berikutnya dengan cara yang sama pada ayat pertama.
Ketika ayat kedua ini sudah dikuasai hafal dengan baik dan lancar, maka diulang lagi dengan merangkaikan ayat pertama dan kedua dengan hafalan baik, benar dan lancar, baru boleh melangkah menghafal ayat berikutnya dengan cara yang sama pada ayat pertama dan kedua.
Bagitu seterusnya dari kalimat perkalimat, ayat perayat, halaman perhalaman tidak boleh terputus harus dirangkaikan dan diulang-ulang terus hingga terekam di memori otak.
Untuk mengetahui hasil bacaan hafalan baik ban lancar, maka diperlukan seorang instruktur, guru atau pembimbing. Seseorang menghafal al-Qur'an tanpa guru, instruktur atau pembimbing, maka cenderung kesesatan manakala bacaan hafalannya salah. Oleh
karena itu, peranan instruktur, guru atau pembimbing sangat diperlukan. Setelah berhasil menghafalkan ayat-ayat yang ditentukan, misalnya satu pojok dalam satu hari, kemudian disetorkan (disemakkan) ke instruktur untuk ditashih dan mendapatkan bimbingan seperlunya.
Pada waktu menyetor hafalan materi kedua, maka materi hafalan yang pertama harus disetor ulang, begitu juga seterusnya, setelah setor materi baru diawali dengan menyetor materi lama minimal 10 halaman dan maksimal 20 halaman.
Syarat-syarat menghafal al-Qur'an
Calon penghafal al-Qur'an sebelum mulai sebaiknya diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Niat. ikhlas.
2. Menjauhi sifat-sifat Madzmumah (tercela).
3. Izin orangtua/wali atau suami bagi calon penghafal wanita.
4. Istiqamah.
5. Bersedia menyiapkan waktu khusus untuk menghafal.
6. Bersedia senantiasa mengulang-ulang materi yang sudah dihafal. [2]
Anjuran
Dianjurkan calon penghafal al-Qur'an sebagai berikut:
1. Menggunakan Al-Qur'an Bahriyah (Pojok), yaitu al-Qur'an yang spesifik untuk menghafal al-Qur'an; disebut Bahriyah karena dicetak di Bahriyah, Turki. Disebut pojok karena setup akhir halaman diakhiri dengan akhir ayat. Ciri-cirinya:
a. Setiap halaman berisi 15 baris (kecuali awal surah al-Baqarah).
b. Setup Juz berisi 20 halaman.
2. Sebelum membaca al-Qur'an membaca doa atau Shalawat Nabi, misalnya:
ﺍﻟﻬﻢ ﺻﻞ ﻋﻠﻰ ﺳﻴﺪ ﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺳﺮّ ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ ﻭﺍﻟﺴﺒﺐ ﺍﻻ ﻋﻈﻢ ﻟﻜﻞ ﻣﻮﺟﻮﺩ ﺻﻼﺓ ﺗﺤﻔﻈﻨﻰ ﺑﻬﺎﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺗﻔﻬﻤﻨﻰ ﺑﻬﺎ ﺍﻻﻳﺎﺕ ﻭﺗﺤﻔﻈﻨﻰ ﺑﻬﺎ ﺳﻮﺀ ﺍﻟﻘﻮﻝ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ ﻭﺍﻟﻨﻴﺎﺕ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ
[ 3 ]
II. Memelihara Hafalan
Dengan dihafalnya tiap-tiap ayat atau halaman al-Qur'an tersebut bukan berarti hafalan itu sudah dijamin melekat di dalam ingatan seseroang untuk selamanya. Secara teori, kekuatan hafalan rata-rata bisa bertahan 6 (enam) jam. Karena itu, selain menghafal seperti diuraikan di atas, yang harus memperoleh perhatian lebih besar bagi seseorang yang menghafal al-Qur'an adalah mengulang-ulang dan memelihara hafalannya itu. Nabi Muhammad saw mengisyaratkan bahwa menghafal al-Qur'an itu ibarat berburu di hutan, apabila pemburu itu pusat perhatiannya ke binatang yang ada di depannya, tidak memperhatikan hasil buruannya, maka hasil buruannya itu akan lepas pula. Begitu pula orang yang
menghafal al-Qur'an, kalau pusat perhatiannya tertuju hanya kepada materi baru yang akan dihafal itu saja, sedangkan materi yang sudah dihafal ditinggalkan, maka akan sia-sia, karena hafalannya itu bisa lupa atau hilang.
Memelihara hafalan al-Qur'an ini sangat penting dan berat. Nabi saw bersabda:
ﻋﻦ ﺍﻟﺐ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﺒﻲ ﻣﻮﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ﺗﻌﺎﻫﺪﻭﺍﻫﺬﺍ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻗﻮﺍ ﺍﻟﺬﻯ ﻧﻘﺲ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻴﺪﻩ ﻟﻬﻮ ﺍﺷﺪ ﺛﻘﻠﺘﺎﻣﻦ ﺍﻻﺑﻞ ﻓﻰ ﻋﻘﻬﺎ ( ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﻟﺐ ﻣﻮﺱ ﺍﻷﺷﻌﺮﻯ ) [ 4 ]
Riwayat dari Hurairah ra. dari Abu Musa dari Nabi Muhammad
saw, beliau bersabda: “Jagalah benar-benar al-Qur'an ini, demi Dzat
yang diri Muhammad ada pada kekuasaan-Nya. Sesungguhnya al‑
Qur'an itu lebih liar dari pada unta yang terikat"
(Muttafaqun `alaih dari Abi Musa Al-Asy'ari)
ﻋﻦ ﺍﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﻋﺮﺿﺖ ﻋﻠﻰ ﺍﺟﻮﺭﺍﻣﺘﻰ ﺣﺘﻰ ﺍﻟﻘﺬﺍﺓ ﻳﺨﺮﺟﻪ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪﻭﻋﺮﺿﺖ ﻋﻠﻰ ﺫﻧﻮﺏ ﺍﻣﺘﻰ ﻓﻠﻢ ﺍﺭﺫﻧﺒﺎﺍﻋﻈﻢ ﻣﻦ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻭﺗﻴﻬﺎﺭﺟﻞ ﺛﻢ ﻧﺴﻴﻬﺎ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ ) [ 5 ]
Riwayat dari Anas bin Malik ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda:
”`Telah ditampakkan kepadaku pahala-pahala pekerjaan umatku
Sampai-.rampai pahala sereorang yang mengeluarkan sampah (kotoran)
dari masjid. Dan ditampakkan Pula kepadaku dosa-dosa umatku, lalu
aku tidak melihat dosa yang lebih berar kecuali dosanya orang yang
hafal al-Qur'an kemudian mereka melupakannya."
(HR. Tirmidzi).
ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻳﺤﻴﻰ ﺑﻦ ﻳﺤﻴﻰ ﻗﺎﻝ : ﻗﺮﺃﺕ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺍﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ﻣﺜﻞ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﻤﺜﻞ ﺍﻻﺑﻞ ﺍﻟﻤﻌﻠﻘﺔ ﺍﻥ ﻋﺎﻫﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻣﺴﻜﻬﺎ ﻭﺍﻥ ﺍﻃﻠﻘﻬﺎ ﺫﻫﺐ ( ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ) [ 6 ]
Telah diceritakan oleh Yahya bin Yahya, dia berkata.: saya belajar
kepada Malik dari Nafi’' dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda: Perumpamaan orang yang menghafal al‑
Qur'an adalah bagaikan orang mempunyai unta yang diikat lehernya,
apabila mengikatnya kuat dan tetap maka terpeliharalah, dan
manakala mengikatnya tidak kuat, maka ia akan lepas dan lari. "
(Muttafaqun `alaih)
Al-Qur'an mudah dihafal dan mudah hilang dari ingatan, hafalan yang sudah disetorkan ke instruktur dan sudah disimpan di memori otak belum merupakan jaminan hafal selama-lamanya, karena hafalan dapat bertahan paling lama 12 jam.
Oleh karena itu, selain dengan metode-metode yang dikemukakan di atas tadi yang perlu mendapat perhatian serius adalah: "Mempertahankan hafalan". Untuk mempertahankan hafalan ini disebut Takrir (mengulang-ulang) hafalan.
Cara Memelihara Hafalan Bagi Yang Belum Selesai 30 Juz
Pada prinsipnya orang menghafal al-Qur'an itu tidak boleh lupa dan tidak boleh dilupakan, kalau itu terjadi, maka sia-sia pekerjaan yang dilakukan selama ia menghafal. Seharusnya spa yang sudah dihafal dengan metode-metode yang baik tadi tidak lupa dan tidak hilang dari ingatan, namun begitulah kenyataannya.
Oleh karena itu upaya-upaya memelihara hafalan sewaktu dia menghafal sejak dini sudah diantisipasi, selain menambah hafalan baru, hafalan yang sudah dikuasai harus dipertahankan dengan cara, antara lain:
1. Takrir Sendiri
Seorang yang menghafal al-Qur'an harus bisa memanfaatkan waktu untuk takrir dan untuk menambah hafalan. Hafalan yang baru harus selalu ditakrir, minimal dalam sehari dua kali dalam
jangka waktu satu minggu. Sedang hafalan yang lama harus ditakrir setiap hari atau dua hari sekali. Artinya semakin banyak hafalan harus semakin banyak pula waktu yang dipergunakan untuk takrir.
2. Takrir dalam Shalat
Seorang yang menghafal al-Qur'an hendaknya bisa memanfaatkan hafalannya sebagai bacaan dalam shalat, baik sebagai imam atau untuk shalat sendiri. Selain menambah keutamaan, cara demikian jugs akan menambah kemantapan hafalannya.
3. Takrir Berrama
Seorang yang menghafal al-Qur'an perlu melakukan takrir bersama dengan dua teman atau lebih. Dalam takrir ini setup orang membaca materi takrir yang ditetapkan secara bergantian, misalnya masing-masing satu halaman, dua halaman atau ayat perayat. Ketika seorang membaca, maka yang lain mendengarkan dan membetulkan jika ada yang salah.
4. Takrir Kepada Instruktur/Guru
Seorang yang menghafal al-Qur'an harus selalu menghadap instruktur atau guru untuk takrir hafalan yang sudah diajukan. Materi takrir yang dibaca harus lebih banyak dari materi tahfizh, yaitu satu banding sepuluh. Artinya, apabila penghafal sanggup setor hafalan baru dua halaman setiap hari, maka harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (satu juz).
Memelihara Hafalan Yang Sudah Selesai 30 Juz
Orang yang sudah selesai menghafal 30 juz harus bisa meluangkan waktunya setiap hari untuk melakukan takrir sendiri secara istiqamah, sehingga dapat khatam sekali dalam seminggu, sekali dalam dua minggu, atau minimal sekali dalam sebulan. Yang paling baik apabila dapat ditakrir sekali khatam dalam seminggu, sebagaimana dilakukan para sahabat Nabi, seperti Zaid bin Tsabit,
Utsman bin Affan, Ibnu Mas'ud, Ubai bin Ka'ab [7] atau ulama huffazh masa kini, seperti almarhum KH. Adlan Ali,
almarhum KH. Idris Karnali, almarhum
KH. Zaini Miftah dan lain-lain. Cara yang dipakai adalah dengan membagi al-Qur'an menjadi tujuh bagian, yang
diistilahkan dalam kata famy bisyauqin
( ﻓﻤﻲ ﺑﺸﻮﻕ ) artinya lisanku selalu dalam kerinduan.
Huruf-huruf dari kata tersebut merupakan batas untuk takrir setiap hari, yaitu:
a. (ﻑ ) Fa' (hari pertama) dari surah al-Fatihah sampai akhir surah an-Nisa'.
b. (ﻡ ) Mim (hari kedua) dari surah al-Ma'idah sampai akhir surah at-Taubah.
c. ( ﻱ ) Ya' (hari ketiga) dari surah Yunus sampai surah an-Nahl.
d. ( ﺏ ) Ba' (hari keempat) dari surah Bani Israil sampai akhir surah al-Furqan.
e. ( ﺵ ) Syin (hari kelima) dari surah asy-Syu'ara' sampai akhir surah Yasin.
f. ( ﻭ ) Waw (hari keenam) dari surah Wa as-Shaffat sampai akhir surah al-Hujurat.
g. ( ﻕ ) Qaf (hari ketujuh) dari surah Qaf sampai surah an-Nas.
Para ulama al-Qur'an yang mengamalkan cara tersebut biasanya memulai dari hari jum'at sehingga khatam sampai hari kamis (malam jum'at). Setelah khatam dilanjutkan dengan shalat malam empat rakaat, masing-masing rakaat setelah membaca
surah al-Fatihah membaca surah Yasin (rakaat pertama), surah ad-Dukhan (rakaat kedua), surah Alif Lam Mim as-Sajadah (rakaat ketiga) dan surah al-Mulk (rakaat keempat). Setelah selesai shalat, dilanjutkan dengan membaca istighfar, dzikir dan dilanjutkan dengan membaca doa seperti di bawah ini:
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﺭﺣﻤﻨﻲ ﺑﺘﺮﻙ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻰ ﺍﺑﺪﺍﻣﺎ ﺍﺑﻘﻴﺘﻨﻰ ﻭﺍﺭﺣﻤﻨﻰ ﻣﻦ ﺍﻥ ﺍﺗﻜﻠﻒ ﻣﺎﻻ ﻳﻌﻨﻴﻨﻰ ﻭﺍﺭﺯﻗﻨﻰ ﺣﺴﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻓﻴﻤﺎﻳﺮﺿﻴﻚ ﻋﻨﻰ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺑﺪﻳﻊ ﺍﻟﺴﻤﻮﺍﺕ ﻭﺍﻻﺭﺽ ﺫﺍ ﺍﻟﺠﻼﻝ ﻭﺍﻻﻛﺮﺍﻡ ﻭﺍﻟﻌﺰﺓ ﺍﻟﺘﻰ ﻻﺗﺮﺍﻡ . ﺃﺳﺌﻠﻚ ﻳﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﺎ ﺃﺭﺣﻢ ﺍﻟﺮﺣﻤﻴﻦ ﺑﺠﻼﻟﻚ ﻭﻧﻮﺭ ﻭﺟﻬﻚ ﺃﻥ ﺗﻠﺰﻡ ﻗﻠﺒﻰ ﺣﺐ ﻛﺘﺎﺑﻚ ﻛﻤﺎ ﻋﻠﻤﺘﻨﻰ . ﻭﺍﺭﺯﻗﻨﻰ ﺍﻥ ﺍﺗﻠﻮﻩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﺍﻟﺬﻯ ﻳﺮﺿﻴﻚ ﻋﻨﻰ . ﻭﺍﺳﺌﻠﻚ ﺍﻥ ﺗﻨﻮﺭ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ ﺑﺼﺮﻯ ﻭﺗﻄﻠﻖ ﺑﻪ ﻟﺴﺎﻧﻰ ﻭﺗﻔﺮﺝ ﺑﻪ ﻋﻦ ﻗﻠﺒﻰ ﻭﺗﺸﺮﺡ ﺑﻪ ﺻﺪﺭﻯ ﻭﺗﺴﺘﻌﻤﻞ ﺑﻪ ﺑﺪﻧﻰ ﻭﺗﻘﻮﻳﻨﻰ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻭﺗﻌﻴﻨﻨﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻏﻴﺮﻙ ﻭﻻﻣﻮﻭﻓﻖ ﻟﻪ ﺍﻻﺍﻧﺖ
"Ya Allah, ya Tuhan kami. Belas kasihanilah kami agar kami dapat
meninggalkan dosa selama menjadi beban kami, bebaskanlah kami dari segala beban yang kami tidak sanggup memikulnya, berilah kami sebaik-baik pikiran, sebagaimana yang Engkau telah merelakannya. Ya Allah ya Tuhan kami, Engkaulah Dzat yang Maha Indah dikawasan langit dan bumi, yang mempunyai keagungan dan kemuliaan,
kemuliaan yang ada pada-Mu, bukan kemuliaan yang di sengaja dan dibuat-buat, aku memohon kepada Mu ya Allah Yang Maha Pengasih berkat keagungan-Mu dan cahaya wajah-Mu. Ya Allah hendaklah Engkau tetapkan hatiku cinta terhadap kitab-Mu yang Engkau telah
menurunkannya kepadaku. Berilah aku bacaan yang Engkau telah merelakannya. Aku mohon kepada Mu ya Allah untuk menerangi penglihatanku lantaran al-Qur'an dan .segala perkataanku sesuai dengan al-Qur'an, menghilangkan segala kesusahan yang melanda pada diri
kami, lapangkanlah diri kami, lapangkanlah dada kami, mencocokan
tingkah kami, sesuai dengan ajaran al-Qur'an memberi kekuatan pada diri kami serta pertolongan. Sesungguhnya tidak ada Dzat yang sanggup memberi pertolongan dan kekuatankecuali Engkau ya Allah. ” [8]
Demikianlah kunci keberhasilan menghafal Al-Qur'an yang dihimpun dari riwayat para sahabat Nabi dan pengalaman dari orang tua, guru-guru penulis, mahasiswa PTIQ-IIQ yang mampu memelihara hafalannya dengan baik dan benar.
Mudah-mudahan dengan pengalaman ini, para pembaca dapat mengambil i'tibar, dan semoga dapat bermanfaat. Amin
Jakarta, Maret 2006

* Ketua Umum JQH Periode 2000-2004, Anggota Dewan Pentashih Al-Qur'an DEPAG RI, Pimpinan PTIQ Jakarta

Referensi
[1] Pedoman Tahfizhul Qur'an PTIQ,
2001, hal. 14.
[2] Nasihat-nasihat K.H. Adlan Ali Tebuireng, Jombang, ketika penulis menghafal Al-Qur'an
[3] Kumpulan shalawat Nabi dan Doa-doa Al-Ma’tsur, hal. 45
[4] An-Nawawi, Riyadhush Shalihin,
Darul Ma'mun Litturats, Beirut, cet. ke10, 1990, hal 328
[5] AI-Itqan, Al-Hai'ah Al-Ammah, Al-Misriyah Lil Kitab, Tahqiq Muhammad Abu Al-Fadl Ibrahim, 1974, Juz I, hal. 363
[6] Ibid, hal 39
[7] Al-Qurthubi, AI-TidZhar fi Afdholil Adzkar, Al-Maktabah Ilmiyah, Beirut, hal. 137
[8] Imam Jalil Al-Hafizh Imaduddin Abi Al-Fida' Ismail bin Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim, Juz IV, Kitab Fadha'ilul Qur'an, Isa Al-Babi Al-Halabi, t.t., ha1. 56.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIFAT-SIFAT HURUF

HUKUM RO’