MUKADIMAH ILMU TAJWID

MUKADIMAH ILMU TAJWID



A.    Pengertian

Adalah ilmu yang membahas tentang tata cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan fasih.

B.    Hukum

Mempelajari tajwid sebagai suatu ilmu pengetahuan hukumnya Fardhu Kifayah, yaitu kewajiban yang jika sudah ada yang mempelajari istilah-istilah dan teori ilmu tajwid maka kewajiban itu gugur bagi yang lainnya. Adapun mempraktikkan ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur’an adalah Fardhu ‘Ain, yaitu kewajiban bagi setiap umat Islam ketika membaca Al-Qur’an.

C.   Tujuan

Tujuan ilmu tajwid adalah memelihara bacaan Al-Quran dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan (mulut) dari kesalahan membaca Al-Qur’an.
Kesalahan dalam membaca al-Qur’an ada 2 (dua) macam: Pertama, Khata’ Jali, yaitu: kesalahan membaca al-Qur’an yang dapat merubah makna. Hukum khata’ jali adalah haram dan dosa bagi yang melakukannya. Kedua, Khata’ Khafi, yaitu: kesalahan membaca al-Qur’an dan tidak sampai merubah makna, maka hukumnya makruh. 

D.   Manfaat

Manfaat bagi seseorang yang mempelajari ilmu tajwid adalah akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di dunia akan mendapat kedudukan yang sangat tinggi, demikian pula di akhirat.

E.   Obyek Pembahasan

Obyek pembahasan ilmu tajwid adalah bacaan Al-Qur’an. 
Penerapan ilmu tajwid dalam membaca al-Qur’an itu tidak bisa dilepaskan dari 4 (empat) unsur pokok, yaitu:
1.   Mengetahui makhraj huruf
2.   Mengetahui sifat huruf 
3.   Mengetahui hukum susunan kata; seperti bacaan idzgham bi ghunnah, iqlab, mad, etc. 
4.   Melatih lisan (riyadhatullisan) dan banyak mengulang-ulang (katsratuttikrar) pembacaan, seperti 
     tadarus, deres, mentashihkan di hadapan guru, menghatamkan 30 juz dalam 1 minggu sekali, 2 minggu  
     sekali, 1 bulan sekali, 2 bulan sekali, dst. 

F.    Sejarah dan Perkembangan
       1.   Sejarah Ilmu Tajwid
Jika dibincangkan kapan bermulanya ilmu Tajwid, maka kenyataan menunjukkan bahwa ilmu ini telah bermula sejak dari al-Qur’an itu diturunkan kepada Rasulullah SAW. Ini karena Rasulullah SAW sendiri diperintah untuk membaca al-Qur’an dengan tajwid dan tartil seperti yang disebut dalam surat al-Muzammil ayat 4.
وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا
"Bacalah al-Quran itu dengan tartil."

Sayyidina Ali r.a pernah ditanya tentang maksud “tartil” dalam ayat tersebut, dia menjawab:
التَّرْتِيْلُ هُوَ تَجْوِيْدُ اْلحُرُوْفِ وَمَعْرِفَةُ اْلوُقُوْفِ
"          Tartil adalah membaguskan sebutan atau pelafalan bacaan pada setiap huruf dan berhenti pada tempat yang betul”.

Ubay bin Ka'ab r.a. adalah salah seorang sahabat Nabi yang terkenal dan ahli dalam membaca kitab suci Al-Qur'an. Dia ini sahabat pertama yang hafal Al-Qur’an.

Para sahabat r.a adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan bacaan ini kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan menambah atau mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu, karena rasa takut mereka yang tinggi kepada Allah SWT dan begitulah juga generasi setelah mereka.

Walau bagaimanapun, apa yang dikira sebagai penulisan ilmu Tajwid yang paling awal ialah apabila bermulanya kesadaran perlunya Mushaf Utsmaniah yang ditulis oleh Sayyidina Utsman itu diletakkan titik-titik kemudiannya, baris-baris bagi setiap huruf dan perkataannya. Gerakan ini telah diketuai oleh Abu Aswad Ad-Duali dan Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi. Apabila pada masa itu Khalifah umat Islam memikul tugas untuk berbuat demikian ketika umat Islam mulai melakukan-kesalahan dalam bacaan.

Ini karena semasa Sayyidina Utsman menyiapkan Mushaf al-Qur’an dalam enam atau tujuh buah itu. beliau telah membiarkannya tanpa titik-titik huruf dan baris-barisnya karena memberi keluasan kepada para sahabat dan tabi’in pada masa itu untuk membacanya sebagaimana yang mereka telah ambil dari Rasulullah SAW sesuai dengan Lahjah (dialek) bangsa Arab yang bermacam-macam. Tetapi setelah berkembang luasnya agama Islam ke seluruh tanah Arab serta jatuhnya Roma dan Parsi ke tangan umat Islam pada tahun 1 dan 2 Hijriah, bahasa Arab mulai bercampur dengan bahasa penduduk-penduduk yang ditaklukkan umat Islam. Ini telah menyebabkan berlakunya kesalahan yang banyak dalam penggunaan bahasa Arab dan begitu juga pembacaan al-Qur’an. Maka al-Qur’an Mushaf Utsmaniah telah diusahakan untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam membacanya dengan penambahan baris dan titik pada huruf-hurufnya bagi karangan ilmu qira’at yang paling awal sepakat, yang diketahui oleh para penyelidik ialah apa yang telah dihimpun oleh Abu 'Ubaid Al-Qasim Ibnu Salam dalam kitabnya "Al-Qira’at" pada kurun ke-3 Hijriah.

Akan tetapi ada yang mengatakan, apa yang telah disusun oleh Abu 'Umar Hafs Ad-Duri dalam ilmu Qira’at adalah lebih awal. Pada kurun ke-4 Hijriah pula, lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya "Kitabus Sab'ah", dimana beliau adalah orang yang mula-mula mengasingkan qira’at kepada tujuh imam bersesuaian dengan tujuh perbedaan dan Mushaf Utsmaniah yang berjumlah tujuh naskah. Kesemuanya pada masa itu karangan ilmu tajwid yang paling awal, barangkali tulisan Abu Mazahim Al-Haqani dalam bentuk qasidah (puisi) ilmu tajwid pada akhir kurun ke-3 Hijriah adalah yang terulung.

Selepas itu lahirlah para ulama yang tampil memelihara kedua ilmu ini dengan karangan-karangan mereka dari masa ke masa seperti Abu 'Amr Ad-Dani dengan kitabnya At-Taysir, Imam Asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya "Hirzul Amani wa Wajhut Tahani" yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan tokoh-tokoh lain yang sezaman dan yang setelah mereka. Tetapi yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah ilmu tajwid dan ilmu qira’at senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa dipisahkan pembahasannya, penulisan ini juga diajarkan kepada murid-murid mereka. Kemudian lahir pula seorang tokoh yang amat penting dalam ilmu tajwid dan qira’at yaitu Imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan beliau yang masyhur yaitu "An-Nasyr", "Toyyibatun Nasyr" dan "Ad-Durratul Mudhiyyah" yang mengatakan ilmu qira’at adalah sepuluh sebagai pelengkap bagi apa yang telah dinyatakan Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya "Hirzul Amani" sebagai qira’at tujuh. Imam Al-Jazari juga telah mengarang karangan yang berasingan bagi ilmu tajwid dalam kitabnya "At-Tamhid" dan puisi beliau yang lebih terkenal dengan nama "Matan Al-Jazariah". Imam Al-Jazari telah mewariskan karangan-karangannya yang begitu banyak beserta bacaannya, yang kemudian menjadi ikutan dan panduan bagi karangan-karangan ilmu tajwid dan qira’at serta bacaan al-Qur’an hingga hari ini.

2.   Sejarah Perkembangan Ilmu Tajwid

Dari sejarah pula, perkembangan ilmu tajwid bermula sejak zaman Rasulullah SAW, Rasulullah menerima wahyu dari Jibril sudah dengan bertajwid, hanya pada masa itu tidak ditekankan hukumnya dengan terperinci dan dibukukan. Orang yang mula-mula sekali membukukan ilmu ini ialah Imam Al-‘Azim Abu Abid Qasim bin Salam pada kurun yang ke 3 Hijriah. Namun ada pendapat lain pula mengatakan, orang yang mula-mula membukukan ilmu ini ialah Hafs bin ‘Umar al-Duri.

Ilmuwan sejarah juga menyatakan perkembangan ilmu tajwid di zaman Rasulullah SAW seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu lain. Walaupun begitu, seluruh hukum yang berkaitan seperti hukum nun sakinah, mim sakinah, mad, waqaf dan sebagainya belum dinamakan dan dibukukan.

Penulisan dalam ilmu tajwid sejak dulu dan sekarang tidak begitu banyak, puncak utama ialah karena pembahasan ilmu itu sendiri yang tidak begitu meluas dan kandungan babnya tidak banyak. Selain dari itu ia lebih tertumpu kepada latihan amali dan jarang sekali didapati ia diajar dalam bentuk kuliah dan perbincangan hukum semata-mata. Kitab yang pertama dalam ilmu tajwid ialah dalam bentuk nazam (syair). Ia telah dihasilkan oleh Abu Mazahim al-Khaqani yang wafat pada tahun 325 hijrah yaitu di akhir kurun yang ke 3 hijrah. Nazam tersebut dianggap yang terawal dalam ilmu tajwid.

Selain itu, di Indonesia banyak ulama’ yang sangat produktif menulis kitab atau risalah ilmu tajwid. Antara lain ada syekh Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri dari Aceh berjudul “Mir’atul Quran fi Tashili Ma’rifati Ahkamit Tajwid lil Mulkil Wahhab”, buku-buku tajwid terjemah oleh ulama’ Indonesia dengan menggunakan arab jawi berbahasa melayu, sunda, jawa dll. Sekarang banyak penulis-penulis ilmu tajwid yang bisa temukan di banyak toko.

Disarikan dari beberapa sumber

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIFAT-SIFAT HURUF

HUKUM RO’